SELAMAT DATANG

TERIMA KASIH SUDAH MAMPIR

Kamis, 15 Desember 2011

RENUNGAN CINTA

Wujud Cinta
Apa Adanya

Suami saya adalah seorang insinyur.
Saya mencintai sifatnya yang alami
dan saya menyukai perasaan hangat
yang muncul di hati saya ketika saya
bersandar di bahunya yang bidang.
Tiga tahun dalam masa perkenalan,
dan dua tahun dalam masa
pernikahan, harus saya akui, bahwa
saya mulai merasa lelah. Alasan-
alasan saya mencintainya dulu telah
berubah menjadi sesuatu yang
menjemukan. Saya seorang wanita
yang sentimentil dan benar-benar
sensitif serta berperasaan halus.
Saya merindukan saat-saat romantis
seperti seorang anak yang
menginginkan permen. Namun,
semua itu tidak pernah saya
dapatkan.
Suami saya jauh berbeda dari yang
saya harapkan. Rasa sensitifnya
kurang. Dan ketidakmampuannyat
dalam menciptakan suasana yang
romantis dalam pernikahan kami
telah mementahkan semua harapan
saya akan cinta yang ideal.
Suatu hari, saya beranikan diri untuk
mengatakan keputusan saya
kepadanya, bahwa saya
menginginkan perceraian.
“Mengapa?”, dia bertanya dengan
terkejut. “Saya lelah, kamu tidak
pernah bisa memberikan cinta yang
saya inginkan”. Dia terdiam dan
termenung sepanjang malam di
depan komputernya, tampak seolah-
olah sedang mengerjakan sesuatu,
padahal tidak.
Kekecewaan saya semakin
bertambah, seorang pria yang
bahkan tidak dapat
mengekspresikan perasaannya,
apalagi yang bisa saya harapkan
darinya? Dan akhirnya dia bertanya,
“Apa yang dapat saya lakukan untuk
merubah pikiranmu?”
Saya menatap matanya dalam-
dalam dan menjawab dengan pelan,
“Saya punya pertanyaan, jika kau
dapat menemukan jawabannya di
dalam hati saya, saya akan merubah
pikiran saya: Seandainya, saya
menyukai setangkai bunga indah
yang ada di tebing gunung dan kita
berdua tahu jika kamu memanjat
gunung itu, kamu akan mati. Apakah
kamu akan melakukannya untuk
saya?”
Dia termenung dan akhirnya
berkata, “Saya akan memberikan
jawabannya besok.” Hati saya
langsung gundah mendengar
responnya.
Keesokan paginya, dia tidak ada di
rumah, dan saya menemukan
selembar kertas dengan oret-oretan
tangannya dibawah sebuah gelas
yang berisi susu hangat yang
bertuliskan … “Sayang , saya tidak
akan mengambil bunga itu
untukmu, tetapi ijinkan saya untuk
menjelaskan alasannya.” Kalimat
pertama ini menghancurkan hati
saya.
Saya melanjutkan untuk
membacanya.
“Kamu bisa mengetik di komputer
dan selalu mengacaukan program di
PC-nya dan akhirnya menangis di
depan monitor, saya harus
memberikan jari-jari saya supaya
bisa membantumu dan
memperbaiki programnya.
Kamu selalu lupa membawa kunci
rumah ketika kamu keluar rumah,
dan saya harus memberikan kaki
saya supaya bisa mendobrak pintu,
dan membukakan pintu untukmu
ketika pulang.
Kamu suka jalan-jalan ke luar kota
tetapi selalu nyasar di tempat-
tempat baru yang kamu kunjungi,
saya harus menunggu di rumah
agar bisa memberikan mata saya
untuk mengarahkanmu.
Kamu selalu pegal- pegal pada waktu
“teman baikmu” datang setiap
bulannya, dan saya harus
memberikan tangan saya untuk
memijat kakimu yang pegal.
Kamu senang diam di rumah, dan
saya selalu kuatir kamu akan
menjadi “aneh” . Dan harus
membelikan sesuatu yang dapat
menghiburmu di rumah atau
meminjamkan lidahku untuk
menceritakan hal- hal lucu yang aku
alami.
Kamu selalu menatap komputermu,
membaca buku dan itu tidak baik
untuk kesehatan matamu, saya
harus menjaga mata saya agar ketika
kita tua nanti, saya masih dapat
menolong mengguntingkan kukumu
dan mencabuti ubanmu.
Tanganku akan memegang
tanganmu, membimbingmu
menelusuri pantai, menikmati
matahari pagi dan pasir yang indah.
Menceritakan warna-warna bunga
yang bersinar dan indah seperti
cantiknya wajahmu.
Tetapi sayangku, saya tidak akan
mengambil bunga itu untuk mati.
Karena, saya tidak sanggup melihat
air matamu mengalir menangisi
kematianku.
Sayangku, saya tahu, ada banyak
orang yang bisa mencintaimu lebih
dari saya mencintaimu. Untuk itu
sayang, jika semua yang telah
diberikan tanganku, kakiku, mataku,
tidak cukup bagimu. Aku tidak bisa
menahan dirimu mencari tangan,
kaki, dan mata lain yang dapat
membahagiakanmu.”
Air mata saya jatuh ke atas
tulisannya dan membuat tintanya
menjadi kabur, tetapi saya tetap
berusaha untuk membacanya.
“Dan sekarang, sayangku, kamu
telah selasai membaca jawaban
saya. Jika kamu puas dengan semua
jawaban ini, dan tetap
menginginkanku untuk tinggal di
rumah ini, tolong bukakan pintu
rumah kita, saya sekarang sedang
berdiri disana menunggu
jawabanmu. Jika kamu tidak puas,
sayangku, biarkan aku masuk untuk
membereskan barang-barangku,
dan aku tidak akan mempersulit
hidupmu. Percayalah, bahagiaku bila
kau bahagia.”
Saya segera berlari membuka pintu
dan melihatnya berdiri di depan
pintu dengan wajah penasaran
sambil tangannya memegang susu
dan roti kesukaanku.
Oh, kini saya tahu, tidak ada orang
yang pernah mencintai saya lebih
dari dia mencintaiku.
Itulah cinta, di saat kita merasa cinta
itu telah berangsur-angsur hilang
dari hati kita karena kita merasa dia
tidak dapat memberikan cinta dalam
wujud yang kita inginkan, maka cinta
itu sesungguhnya telah hadir dalam
wujud lain yang tidak pernah kita
bayangkan sebelumnya.
Seringkali yang kita butuhkan adalah
memahami wujud cinta dari
pasangan kita, dan bukan
mengharapkan wujud tertentu.

sumber: fianzoner.blogspot.com/2011/06/renungan-wujud-cinta-apa-adanya.html

| Free Bussines? |

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Check Page Rank of your Web site pages instantly:

This page rank checking tool is powered by Page Rank Checker service